TEMPO.CO, Jakarta - Depresi. Inilah yang sangat mungkin menghinggapi seseorang saat kehilangan suami atau istri tercinta. Dunia menjadi gelap. Kesedihan memuncak, syok, ketakutan, rasa bersalah, kemarahan, bahkan mati rasa. Semua itu berebut menggerogoti hari-hari kehilangan.
Bagaimana mengatasinya? Menurut Dr Hayley Hirschmann, psikolog klinis dari Morris Psychological Group, Amerika Serikat, duka atas kehilangan pasangan disebut kesedihan traumatis. “Kesedihan mungkin tidak pernah pergi sepenuhnya. Tapi kesedihan dapat dikelola dengan tepat sehingga pasangan yang ditinggalkan dapat segera mencapai keseimbangan emosional,” kata Hirschmann.
Sebaliknya, tanpa penanganan yang tepat, kesedihan itu bisa berubah menjadi kesedihan akut dan depresi. Biasanya masa berkabung secara alami berlangsung hingga enam bulan. Jika lebih dari itu dan kesedihan semakin bertambah, bisa disebut sudah memasuki kesedihan akut. Dalam kondisi ini, rasa bersalah makin menguasai, terus-menerus dikungkung oleh rasa tidak percaya pada fakta kematiannya, kemudian berlanjut menjadi putus asa dalam menjalani hidup.
LIHAT JUGA : * Broker Forex OctaFX
* Broker Forex InstaForex
* Broker Forex FBS
* Panduan Deposit FBS Lewat Bank Lokal
* Peluang Usaha Murah
Demi terhindar dari kesedihan akut dan depresi, Hirschmann memberi saran. Yang utama, kata dia, adalah menonjolkan sisi positif dari masa lalu. Penelitian telah menunjukkan bahwa mereka yang mampu menggali kenangan menyenangkan lebih bahagia dan sehat daripada mereka yang terjebak pada kesedihan dan berfokus pada ketidakberdayaan mereka.
Yang kedua adalah berbagilah tentang perasaan Anda kepada orang yang dekat dengan Anda. Ini akan membuat beban pikiran dan kesedihan hati menjadi berkurang.
Selain itu, menjaga kondisi kesehatan. Makan dengan baik, berolahraga secara teratur, dan pastikan cukup tidur. Waspada, jangan sampai jatuh ke dalam kebiasaan buruk seperti minum minuman beralkohol.
Yang terakhir, dia menyarankan untuk tidak terburu-buru membuat perubahan besar. "Tunggu beberapa saat sebelum pindah atau berganti pekerjaan. Menunggu pikiran dan hati tenang akan lebih baik karena dapat menentukan pilihan dengan tepat," katanya.
Sumber : tempo.co
0 comments:
Post a Comment